Perekonomian nasional terus mengalami penurunan. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia minus 5,32% pada kuartal II. Faktor penyebab yang paling signifikan tentu saja adalah adanya krisis global pandemi Covid-19. Ancaman resesi kian mengemuka dikuartal III.
Core dari pandemi itu sendiri adalah terbatasnya mobilitas manusia yang berpengaruh pada arus barang dan jasa. Sehingga ketika mobilitas saat ini mulai dilonggarkan, secercah harapan muncul dari sektor transportasi dan logistik. BPS sendiri juga mencatat bahwa ekonomi Indonesia triwulan II-2020 terhadap triwulan sebelumnya mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 4,19%. Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan mengalami kontraksi pertumbuhan tertinggi sebesar 29,22%. Sementara dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Barang dan Jasa serta Impor Barang dan Jasa mengalami kontraksi pertumbuhan masing-masing sebesar 12,81 persen dan 14,16 persen.
Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB), Harun al Rasyid Lubis, mengungkapkan jika salah satu penopang perekonomian nasional Indonesia, ada pada sektor transportasi dan logistik. Sektor tersebut telah memegang peran dalam perkembangan infrastruktur di Indonesia. Tercatat, sebelum adanya pandemi covid-19, sektor transportasi dan logistik telah menyumbang sebesar 5,4% dari PDB dan rata-rata pertumbuhan mencapai di atas 10%.
Walaupun angka tersebut masih berada jauh dari Singapura, namun untuk pengangkutan barang dalam jumlah besar dengan container, pertumbuhannya sangat luar biasa. “Walaupun saat ini pengangkutan barang masih didominasi oleh transportasi jalan raya dibandingkan transportasi kereta api dan transportasi laut,” terang Harun.
“Memang telah banyak insentif yang diberikan kepada sektor kereta api,” kata Harun. Pembangunan pelabuhan pun telah dilakukan upaya untuk memperlancar arus pengangkutan dan transportasinya via laut. Namun untuk bisa menarik pasar angkutan dengan maksimal, operasionalnya benar-benar harus dapat diandalkan (reliable), terjangkau, dan kompetitif. “ Untuk ini Negara juga harus berkontribusi, tidak bisa bergantung pada investasi pihak swasta saja. Intervensi atau campur tangan dari negara tersebut harus mampu menekan biaya, agar beban berlebih di jalan raya berpindah,“ tambahnya.
Menurut Harun, sebelum pandemi Covid-19, biaya logistik di Indonesia masih mencapai 24% dari PDB. Negara tetangga padahal sudah mencapai 17%, bahkan negara maju telah mencapai di bawah 10%. Belum ada agenda penurunan biaya tersebut. Besarnya biaya tersebut tentunya akan menurunkan daya saing Indonesia dalam pasar perdagangan antar negara.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Sudah semestinya sektor pengangkutan dan transportasi via laut menjadi hal yang harusnya dibenahi agar maju dan berdaya saing. “Presiden Jokowi memiliki visi untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritime dunia, sehingga sebagian besar pasar yang telah diambil Singapura dapat ditangkap oleh Indonesia,” ujar Harun. “Hal ini tentunya harus diiringi dengan memperhatikan perkembangan pasar setempat. Sehingga visi tersebut tidak hanya mengarah pada transportasi secara fisik, tetapi juga rantai pasok. Serta perlu adanya resetting mengingat pandemi Covid-19 telah mengubah kondisi pasar secara signifikan,” tambahnya.
Menurut rating tahunan dari World Bank, pada tahun 2018-2019, Indonesia menempati peringkat 73 pada Ease of Doing Business. Lebih baik dibandingkan Myanmar dan Filipina di wilayah ASEAN. Peringkat tersebut didasarkan pada masalah kontrak, memulai bisnis, perizinan, dan pendaftaran properti. Menurut Harun tentu saja urgensinya adalah masalah biaya. Misalnya tol laut, adanya dwelling time seperti menumpuknya barang di pelabuhan, lamanya kapal menunggu untuk merapat ke dermaga yang menyebabkan kemacetan, termasuk muatan balik kapal kosong adalah merupakan ketidakefisienan yang berujung pada pemborosan. “Sehingga harusnya bisa di-improve dengan sistem informasi, serta menumbuhkan pasar dan produk untuk diangkut kapal terutama saat balik dari kawasan timur,” tambah Harun.
Pada era ini, telah banyak berkembang toko-toko online atau E-Commerce seperti Shopee, Tokopedia, dan lain sebagainya. Menurut Harun dengan adanya perkembangan dalam hal pemasaran tersebut, maka operator pelabuhan pun harus merubah mindset mereka untuk mampu menjadi fasilitator perdagangan dan menyiapkan area untuk para pebisnis online. “Sehingga improvement yang dilakukan pada sistem serta operasional tadi tidak hanya sekedar membuat sektor transportasi dan logistik di Indonesia bisa diandalkan/kompetitif, tetapi juga adaptif dengan perkembangan pasar. Kecenderungan ini mengharuskan operator pelabuhan untuk berinvestasi dalam digitalisasi pelayanan bahkan membuka peluang untuk menjadi fasilitator perdagangan (trade facilitator),” tutup Harun.(IBN) sumber : http://www.thequality.co.id/index.php/home/post/1095/guru-besar-itb-sektor-transportasi-dan-logistik-jadi-harapan-di-tengah-ancaman-resesi
Comments